Minggu, 10 April 2011

Hukum Sogok Menyogok

Sogok menyogok dalam pandangan Islam
Sebelum kita berbicara tentang hokum sogok menyogok yang dalam bahasa arabnya disebut dengan Risywah, terlebih dahulu kita harus mengetahui dulu artinya baik ...dari segi bahasa ataupun istilah.
Secara bahasa, kata risywah atau rasywah berasal dari kata rasya atau rasyaa yang artinya tali yang diturunkan kedalam sumur untuk mengambil air.
adapun secara istilah/terminology, Risywah berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan.
Bisa juga diartikan dengan pemberian yang diberikan seseorang untuk memperoleh sesuatu yang bukan hak nya
Hukumnya : Haram dan termasuk dosa besar.
Dalil-dalilnya :
a.Risywah dalam al-quran
Di dalam ayat Al-Quran memang tidak disebutkan secara khsusus istilah sogok atau risywah. Namun dalam Al-quran tepatnya pada QS al-Maidah pada tiga ayat : 42, 62, 63 pada Kalimat
أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ`akkaaluna lissuhti` secara umum memang sering diterjemahkan dengan memakan harta yang haram.
Namun kalau kita membuka lembaran hadits Nabi SAW, kata “as-suhti” diartikan dengan risywah/sogokan. Misalnya Dalam hadits mursal marfu’ yang diriwayatkan oleh para perawi tsiqqah disebutkan : “ setiap daging yang tumbuh dari hasil yang haram “suhti” maka neraka layak baginya. Para sahabat bertanya : wahai rasulullah , apa itu “as-suht” ? nabi menjawab : ia adalah sogokan dalam perkara hokum. (Fathul Bari 5:360) juga dalam tafsir al-alusy 3:309.
b. Risywah dalam Sunnah
Begitu banyak hadits yang melarang kita untuk melakukan praktek sogok menyogok. Diantaranya adalah hadits yang berbunyi :
عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال: "لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي" (رواه الترمذى وحسنه وابن حبان في "صحيحه " والحاكم ، وزادوا : "والرائش
Artinya : Dari Abdullah bin Amr ia berkata : Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan menerima sogokan (HR Turmudzi. (ia hukumi sebagai hadits hasan), Ibnu Hibban dalam shahihnya dan Imam al-hakim). Mereka menambahkan : dan orang yang menjadi perantara dalam sogok menyogok.
Dari hadits diatas bisa kita simpulkan bahwa sogok menyogok tidak hanya menjerat orang yang menyogok atau yang menerima sogokan saja tapi mediatornya juga : yang memberi jalan, membantu, menuliskan dan sebagainya baik berbentuk lembaga ataupun perorangan.
Mengenai haramnya sogok menyogok ini tentunya bukan hanya dalam islam tetapi juga dalam hokum positif pun diberlakukan dan ada sanksi yang jelas bagi pelakunya.
Saya yakin, bahwa siapapun yang anda tanya tentang hokum praktek ini, pasti jawaban mereka adalah haram. Karena merupakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fitrah insaniah
Namun yang susah adalah ketika menerapkan dan mengidentifikasinya dalam sebuah kasus. Apakah ia termasuk dalam perbuatan sogok menyogok atau bukan ? kenapa susah : karena dalam kasus apapun saya kira (wallahu a’lam) tidak ada yang mengatakan ini adalah uang sogokan atau suap. Hanya orang bodoh sajalah yang mungkin berlaku seperti itu. Dijaman sekarang orang semakin pintar, bahasa dipermainkan sehingga istilah-istilah yang sacral menjadi multi interpretasi/penafsiran atau ambigu/ kurang difahami khalayak umum. Sebagai contoh wanita pezina dinamakan dengan PSK (pekerja sek komersial).
Dalam praktek sogok, uang sogokan kerap sekali dibahasakan dengan bahasa sopan dan santun : uang lelah, uang hadiah, uang administrasi, uang jajan, halawah,jasa pelayanan, uang bensin, tips, uang tanda tangan bahkan ada yang membahasakannya dengan uang tinta. Padahal Cuma cap doing… dan lain sebagainya.
Nah, coba kira2 bagaimana nama2 diatas kita masukan dalam bentuk risywah ?. …
Untuk menjawabnya, Ada suatu kaidah yang menarik : “al-Ibrah bil maani la bil alfadz “
“ Yang menjadi rujukan adalah substansi dan bukan kata-kata”
Dalam masalah ini kita harus melihat substansi dari sogok menyogok atau bahasa Imam syatibinya maqasid syar’iyyahnya. Kenapa ia diharamkan ?
Sejauh pengetahuan saya, Substansi atau maqsid dari diharamkannya risywah adalah agar tidak ada kedzaliman. Jadi apapun namanya, bahasanya, dan siapapun pelakunya kalau ternyata diasana ada unsure kedzaliman baik terhadap dirinya ataupun orang lain, baik yang nyata ataupun tidak namun mungkin akan terjadi (bahasa mantiqnya bil fi’ly dan bil quwwah) maka ia masuk dalam kategori risywah.
Pemahaman akan substansi ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW sebagimana dijelaskan dalam bukhari (9:356) ketika beliau mengutus seseorang dari kabilah azd yang biasa dipanggil Ibnu Luthbiyyah untuk mengambil harta zakatnya bani sulaem. Ketika ia dating, dalam laporannya ia berkata : baginda, Ini zakatnya dan yang itu adalah hadiah dari mereka untuk saya. Lalu Nabi SAW berkata : bila saja ia berada dirumah bapak atau ibunya, apakah hadiah itu akan diberikan juga untuknya atau tidak ? sungguh, tidaklah seseorang itu mengambil harta tadi kecuali ia akan menjadi beban beratnya nanti diakhirat yang akan ia pikul dan dibawa dipundaknya.
Dalam hadits ini mungkin kita tidak melihat adanya kejanggalan yang dilakukan oleh Ibnu lutbiyyah, Karena bisa jadi apa yang diberikan bani sulaem tadi muncul dari keikhlasan mereka dan Ibnu lutbiyyah sendiri tidak memintanya. Tapi Nabi SAW sudah memikirkan lebih jauh, kalaulah hal ini dibiarkan maka pada suatu saat nanti bisa jadi hal ini menjadi tradisi dan budaya yang buruk yang menghinggap ditubuh umat islam. Dan hal ini jelas sekali kita rasakan di Indonesia, urusan birokrasi mesti pakai pelicin, sabun dll. Begitu ribet dan melelahkan
Dari hadits diataspun, para ualama menyimpulkan bahwa seorang hakim( tentunya bukan hanya hakim dipengadilan saja, pak RT, RW, KADES dll yang bersentuhan dalam bidang birokrasi ) tidak boleh menerima hadiah dari siapapun dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Nah, Setelah paparkan diatas. Kira2 apa hukumnya memberikan hadiah, uang muka, pelicin untuk lolos menjadi PNS atau masuk perusahan2???
Mari kita fikirkan bersama….
jam di kairo sudah menunjukan pukul 12.34…,,mata saya juga punya hak untuk istirahat…kalau ada waktu insyaallah akan kita perbincangkan bersam tentang hokum yang dipertanyakan..kalau memang dianggap penting… trims
wallahua’lam
abd rabb rasul

PENULIS: JAMALUDDIN JUNAEDI

Kamis, 07 April 2011

Ketika Aku Dirawat Disamping Pemuda Koptik



Hepatitis A yang meringkuki tubuhku dua minggu sebelum Ramadhan pada tahun 2008, memaksa dokter khusus penyakit dalam RS Rab`ah Adawiyah, Nasr City, merujukku ke sebuah RS di kawasan Abbasea, Kairo-Mesir. RS Ummayat namanya, barangkali tidak banyak dari WNI yang tahu dengan RS itu. Terlebih letaknya yang agak tersembunyi dan terutup. Kalau dilihat sekilas dari tepi jalan tidak ada tanda-tanda RS disitu. Yang bakalan tampak hanya seruas lorong kecil dan sempit ke sana. Namun, jika lorong itu ditelurusi, maka orang akan tahu kalau disitu ada RS yang cukup luas di tengah jalur tersibuk di Kairo. RS itu tidak jauh berbeda dengan di Tanar Air, bedanya cuma terletak pembagian kamar dan ruang rawat. Kalau di tanah air kebanyakan ruang rawat VIPnya satu gedung dengan ruangan lainnya, maka di RS itu ruang VIP disediakan berbentuk rumah-rumah pribadi dengan berbagai ukuran.

Rimbunnya jejeran pepohon di lingkungan RS itu semakin meyakinkan kalau tempat itu adalah zona penyembuhan. Di bawah pohon-pohon nan rimbun itu, terletaklah juga sejumlah kursi persegi panjang untuk duduk santai, makan dan bercengkaramanya para pasien berserta keluarga. Terkadang, kursi itu kerap juga digunakan untuk ranjang tidur di malam hari, sebab udaranya yang sejuk. Angin bertiup sepoi-sepoi semakin membuat orang betah berdiam lama di bawah pohon-pohon itu.

Aku yang dirawat pertengahan musim panas saat itu cukup terbantu dengan rimbunnya perpohonan itu. Aku tidak bisa bayangkan, bagaimana sumpek dan pengapnya ruang rawat RS itu kalau tidak ada pepohonan yang mengitarinya. Aku dirawat dalam sebuah ruang berukuran panjang yang diisi oleh 10 pasien. Jadi kalau semua pasien kedatangan tamu atau keluarganya ruang itu bisa dibilang bak pasar ikan saja. Ribut dan penuh cerita, khas dengan bahasa Arab Ammiyahnya para tamu pasien. Kalau sudah begitu aku biasanya main keluar dan duduk dibawah pohon itu sambil makan nasi atau buah. Aku juga sering menghabiskan waktuku disitu bercengkrama dengan pasien lainnya, notabenenya warga Mesir.

Aku masih ingat, aku ketika masuk pertama kali ke RS itu, dua hari sebelum masuk bulan Ramadhan 1429 H. Aku sampai ke situ kira-kira-kira pukul: 12.00 CLT malam dengan menyewa sebuah taksi klasik ala Mesir atau India, berwarna hitam dan putih. Malam itu, aku ditemani oleh kakak kelasku, yang awalnya cukup bingungan dan cemas, bagaimana bisa sampai ke RS itu? Sebab dia sendiri tidak berpengalaman soal rujuk merujuk pasien dari satu RS dan RS lainnya, di luar negeri lagi. Berbekal secarik kertas dokter RS Rabb`ah Adawiyah dengan khat Riq`ahnya yang sulit dicerna itu akhirnya kami bertanya kian kemari. Walhasil, dari sekian taksi yang kami sodorkan secarik kertas bebercakan tulisan khas dokter Timur Tingah itu tidak ada nggeh mengenai alamat itu. Cukup aneh memang. Sampai akhirnya sebuah taksi yang seorang kakek tua mengetahui alamat yang kami maksudkan dan siap mengantar dengan imbalan lima belas pound Mesir.

Cuma menempuh perjalanan lebih kurang sepuluh menit dari Rab`ah Adawiyyah-Abbasea, kami pun akhirnya sampai di gerbang RS Ummayat. Penerang di mulut RS itu tidak terlalu kuat, sehingga petugas yang dinas malam itu tidak terlalu tampak dari emparan jalan kami berhenti. Nyaris tidak ada aktivitas yang mencolok malam itu, di depan gerbang. Sunyi dan sepi bergabung dengan kegelapan malam itu dengan sedikit cahaya lampu 10 watt. Jarak dari kantor administrasi ke ruang rawat ada sekitar 10 meter lebih. Aku perhatikan nyaris tanpa penerang sedikitpun kecuali cahaya lampu di gerbang dan ruang rawat di ujung sana. Malam itu pun kami diantarkan menggunakan senter petugas yang berjaga malam.

Terkadang kalau diingat-ingat, malam itu cukup serem dan mencemaskan. Bagaimana bisa aku, mahasiswa Indonesia, bisa terdampar di kawasan penyembuhan rakyat Mesir. Fasilitas RS disitu sangat minim sekali, pertama kali datang saja aku sudah mulai tidak kerasan. Terlebih adiministrasinya yang bikin aku geleng-geleng kepala, dan bikin sebel malam itu. Aku sebenarnya ingin sekali di rawat di RS Rab`ah Adawiyyah saja kendatipun harus merogoh banyak kocek, tapi  pihak RS tidak mengizinkan. Setelah lama dirawat, aku baru tahu, kalau penyakit yang aku derita dapat menular ke orang lain. Oleh karena itu kali pihak RS bersikukuh merujukku ke RS Ummayat itu. Sebab disanalah lokasi dirawatnya pasien-pasien yang menderita penyakit sama denganku.

Malam itu, aku benar-benar terasa antara hidup dan mati saja. Dapat dikatakan sekarat, sebab tidak bisa apapun, untuk bicara saja aku sudah kepayahan. Sedihnya hidupku malam itu. Sebab sudah empat hari, tidak satu makanan pun yang betah menemani perutku. Setiap aku mencoba mengkonsumsi sesuatu, pasti aku muntahkan lagi. Betapa lapar dan sakitnya perutku malam itu. Setelah dipapah dari ruang administrasi ke ruang rawat, seorang perawat pun memberiku seplastik kecil obat yang harus aku minum sebelum tidur. Bagaimana bisa minum obat, sementara isi perutku saja tidak ada. Untung saja malam itu, teman-temanku sudah cukup ramai datang ke RS, dan diantara mereka ada yang berinisiatif membelikanku roti coklat. Alhamdulillah, roti itu keluar lagi dari perutku.

Kendatipun sudah makan roti coklat dan obat, tidak membuatku berhenti mengarang kesakitan malam itu. Tidak tahu, berapa banyak air mata yang aku teteskan malam itu, menahan sakit. Cuma pulang ke Tanah Air yang ada di pikiranku, ketika berbaring di ranjang rawat RS Ummayat itu. Aku harus memberitahu keluarga mengenai keadaanku, biar aku bisa disuruh pulang. Aku merasa tersiksa kalau mesti terus dirawat di RS itu.

Hatiku meronta-ronta sehingga membuat tidak betah dengan ruang rawat yang sangat padat dan gelap itu, yang sama sekali tidak mencerminkan RS menurutku. Tidak hanya itu, aku yang minta diinfus lantaran tidak mengkonsumsi apapun selama empat hari malah dicuekin. Jangan infus, tonggak buat nyangkutin infus saja tidak terlihat mengisi di ruangan itu. Aduh…, betapa sedih dan berlinangnya mataku malam itu. Mengarang menahan sakit, jauh dari keluarga dan mesti dirawat di RS orang Mesir. Lengkap sudah penderitaanku terasa. Aku merasa sangat asing dan sangat khawatir dengan orang-orang di sekitarku. Apalagi tidak seorang pun yang diizinkan menemaniku. Kalau pun ada yang menunggu, dia harus berjaga di luar ruang.

Saat  aku datang, semua pasien terlihat sudah tertidur lelap. Cuma ada suara seorang kakek tua dari sudut kiri ruangan itu. Dari suara yang kudengar, aku perkirakan suara keluar itu sebagai ekspresi dari sakit yang ia derita. Dia juga tampak sendirian, tidak ada seorang pun yang menemaninya. Sepuluh ranjang tersedia pun sudah penuh dengan kedatanganku. Tidak tahu berapa lama telingaku harus menemani suara rintihan kakek Mesir ketika itu, tahu-tahu aku pun terlelap dan berjumpa dengan subuh.

Menjelang subuh, semua lampu pun hidup. Tidak lama para semua pasien bangun. Saat itulah, semua pasien di ruang itu pun mulai menatap dan memplototi wajahku tiada henti. Mereka tampak aneh, dan kaget. Tapi, pagi itu aku bagaikan seorang artis hollywood saja, banyak yang mendekati ranjangku, bertanya dan berkenalan denganku. Dari bahasa Arab Amiyyah yang berjatuhan ke telingaku, dapat aku perkirakan kalau sebagian besar mereka bukan penduduk asli kota Kairo. Bahasa Amiyyah yang mereka keluarkan cukup berbeda dengan penduduk asli Kairo yang sudah sering aku dengar. Mungkin itu juga yang memicu mereka terheran-heran melihat kehadiranku di tengah-tengah komunitas mereka.

Kendatipun demikian, semuanya baik dan ramah padaku. Mereka juga ingin selalu berkhidmah dan menghiburku. Terlebih kalau aku lagi sendirian, mereka pasti akan mengajakku bercengkrama dan bercerita. Barangkali saja dia tahu bagaimana perasaanku dan isi hatiku di keliling oleh orang-orang yang satu warga negara dengan mereka. Kalau mereka dibesuk,, hampir semuanya ingin menjamuku makan dengan keluarga mereka. Kalau aku tidak mau, pasti mereka mengantar dan meletakkan makanan bagian untukku di atas mejaku. Kendatipun tidak keluarga kandungku, aku merasa diperlakukan layak keluarga kandung mereka. Mengharukan.

Aku barangkali cukup beruntung saat dirawat dua tahun silam. Kendatipun tidak ditemanin oleh keluarga terdekatku, aku masih punya kakak seflatku dan pasien-pasien lainnya yang sudah aku anggap sebagai keluargaku sendiri. Walaupun terkadang aku kerap cemas kalau lagi sendirian, karena mereka semua orang Mesir, sementara aku orang Indonesia. Jadi wajar saja, kalau rasa takut bisa-bisa saja setiap saat menggelayuti jiwaku.

Kakak se-flat-ku baru datang ketika sore, dan pulang lagi di pagi hari. Kalau malam hari biasanya dia tidur di kursi panjang yang banyak berjejeran di bawah pohon. Namun, karena dingin aku kerap menyuruhnya tidur di sampingku. Walaupun bersempit-sempit dan sering terusik bangun oleh teguran para perawat menjelang pagi, tidak sedikitpun membuatku jera mengajaknya. Aku takut kalau dia tidur di luar, sementara angina dan cuaca Mesir kerap tidak menentu, bisa-bisa saja membuatnya jatuh sakit. Kalau dia sakit, siapa lagi yang menemaniku? Aku merasa sangat berutang budi padanya, ia juga selalu berdoa semoga Allah membalasi semua kebaikannya padaku. Amien.

Bertemu dengan Pemuda Kristen Ortodok Koptik

Tanpa aku sadariku ternyata sudah seminggu saja aku dirawat inap di RS Ummayat itu. Pasien-pasien pun sudah berganti, hanya tinggal beberapa wajah lama, ketika pertama aku datang, seminggu yang lewat. Beberapa ranjang pun terlihat ada yang kosong, yang bakalan digunakan sebagai ranjangnya para keluarga pasien. Tidak berselang, tepat malam seminggu aku dirawat tiba-tiba ada seorang pasien baru datang. Pasien yang baru datang itu sangat mengkhawatirkan, lunglai dan terlihat sangat pucat. Ketika datang untuk bicara saja dia agak terbata-bata apalagi buat berjalan ke sana kemari. Dilihat dari sisi umur, aku perkirakan umur pemuda Arab itu tidak berselisih jauh denganku. Barangkali postur tubuhnya saja yang sedikit tinggi dariku.

Sejak pertama dirawat di ruang itu, sebagian waktunya dihabiskan untuk berbaring di atas ranjang. Dia bangun sekali-kali, dan duduk untuk beberapa saat sembari diganjal dengan bantal oleh keluarga yang membesuknya. Biasanya kalau malam, semua keluarganya pulang sehingga tidak seorangpun yang menjaga di RS. Kalau pun mereka datang, biasanya hanya mengantarkan makanan, pakaian dan membersihkan peralatan sehari-hari pemuda itu. Saat itu saja aku bisa melihatnya bisa bicara dan bercengkrama dengan orang lain. Aku kasihan padanya dengan kondisinya yang sangat lemah itu. 

Suatu pagi, ketika aku lagi asyik memanaskan badan melalui cahaya matahari pagi, tiba-tiba aku meliha pemuda tadi keluar dari WC, yang berada di luar ruangan. Ia terlehat sangat letih, ia berjalan tertatih-tatih sembari memegang dinding. Barangkali dengan gerakan seperti itu juga ia berhasil sampai ke WC sendirian. Namun pagi itu, tampaknya ia tidak kuat lagi kembali sendirian ke ranjangnya, tanpa pikir panjang aku pun bergegas menghampirinya. Awalnya pemuda itu menolak bantuanku, tapi aku terus memaksanya, sebab aku sangat mengkhawatirkan kondisinya.

Akhirnya, aku pun berhasil memapahnya menuju ranjangnya. Saat memapah itulah aku melihat tatto salip yang berada di bagian atas telapak tangannya. Tanda salip berukuran kecil dan sisinya sama panjang, berbeda dengan salip yang biasa aku lihat di atas gonjong gereja. Dari situlah aku tahu, pemuda di bersebalah ranjang rawat denganku itu adalah seorang umat Kristen Ortodoks Koptik. Ketika melihat salip itu, tidak terbesit di benakku untuk melepaskan papahanku padanya. Aku justru memilih untuk tetap diam sementara waktu, dan terus memapahnya hingga terbaring kembali di ranjang. Aku tidak merasa rugi menolong pemuda itu, kendatipun aku sudah tahu kalau ia adalah seorang Kristen Koptik. Setidaknya dia dapat menilai bahwa orang Islam di negaranya dan di luar adalah sama-sama baik dan toleran atas perbedaan agama.

Setelah sampai di ranjangnya dia pun tidak lupa mengucapkan, "syukron" –terimakasih- kepadaku, layaknya orang-orang Arab lainnya. Aku menimpalinya sembari menanyakan apa yana dapat aku perbuat baginya menggunkan bahasa Amiyyah, "Afwan, fî haga tani?" Dia pun memberikan isyarat dengan tangannya, cukup, "khalash,"

Sejak pagi itulah, aku mulai dekat dan sering komunikasi dengan pemuda berkulit kuning langsat itu. Namanya Amr, dan dia sudah tidak kuliah lagi layaknya kesibukanku setiap hari di Mesir. Menurutnya, dia juga sudah bertunangan dan segera akan menikah. Dia juga mengatakan kalau wanita yang sering datang membesuknya adalah calon istrinya. Sejak itulah keyakinan aku selama ini bahwa ia seorang Muslim pupus, padahal dulu kerap mendengar keluarganya melafazkan kata-kata Allah dan wallahi, alhamdulillah. Tentu aku saja aku mengira dia seorang Muslim. Setelah aku pikir-pikir, wanita membesuknya juga tidak menggenakan jilbab layaknya soerang Muslimah. Dan itu jugalah cara mudah membedakan antara Muslimah dan wanita Koptik di Mesir, dapat dikatakan sebagian mereka yang tidak berjilbab adalah umat Kristen Koptik.


Setelah aku mengetahui agamanya, aku semakin tertarik bergaul dan berkomunikasi aktif dengannya. Aku berharap bisa mengetahui banyak hal dari orang Koptik itu, sebab aku pikir tidak banyak warga asing yang mengetahui seluk-beluk umat Koptik di sini. Suatu pagi aku juga sempat dikenalkan Amr dengan ibu dan keluarganya. Mereka juga sangat ramah dan baik padaku. Tidak ada aku temukan gerak-gerik sentimen dari mereka, maupun para pasien lainnya kepada Amr di ruangan itu. Kendatipun sebagian besar pasien di ruangan itu mengetahui kalau Amr berasal dari keluarga Koptik. Namun tidak sama sekali membuat mereka memarjinal Amr, padahal dokter-dokter, perawat, sampai cleaning service adalah Muslim semua.

Ketika ada yang lagi shalat di ruang itu pun, kalau mereka lagi bercengkrama pasti mereka akan diam untuk sementara, aku atau pasien lain selesai shalat. Luar biasa. Karena ketika itu sudah bulan puasa, biasa kalau Amr mau makan pasti mengajak keluargannya ke luar dan duduk di bawah pohon. Sebab di ruang itu banyak juga pasien yang berpuasa. Aduh, aku melihat betapa toleran dan saling memahaminya keluarga Amr dengan pasien-pasien lainnya, dengan perbedaan kayakinan itu.

            Begitu juga dengan warga Mesir yang dirawat denganku, mereka juga tidak sungkan menawarkan Amr makanan sehabis dibesuk oleh keluarga mereka. Semua tampak harmonis dan menganggap keluarga. Aku masih ingat dengan ibu paruh baya yang berkeja sebagai cleaning service di RS itu, ibu itu dapat dikatan sering membuat onar di ruangan itu sehingga membuat para pasien terbangun. Biasanya kalau pagi Amr sudah bangun, dia suka tertawa bersamanya dengan bahasa Amiyyah, yang terkdang sulit aku cerna. Karena kondisi Amr yang letih, nasi dan kebutuhan Amr pasti dilengkapi lebih dulu oleh ibu itu, sungguh luar bisa kebaikan ibu paruh baya itu.

Selama dirawat disitu aku sunggu mendapatkan banyak pelajaran dan ibrah. Terlebih dari toleransi dan keharmonisan dalam keragaman. Terkadang banyak orang yang mengasumsikan bahwa perbedaan adalah permusuhan, yang harus diakhiri dengan sebuah perperangan. Jika ide semacam itu terus mewahana tentu tidak akan pernah tercipta ketenangan di bawah kolong langit ini. Aku merasa pengalaman sembilan hari di RS Ummayat sebagai tempat belajar yang cukup membuat tersedu. Aku hanya berharap suatu saat Amr diberikan hidayah oleh-Nya sehingga dapat bernaung dibawah tenda keislaman sebagaimana aku rasakan. Aku bangga dengan keislamanku.

Jelaslah apa yang Allah firmankan QS. Al-Baqarah: 256: "Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelaslah (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkat kepara Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yagn sangat kuat yang tidak akan pernah putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." Begitu juga dengan firmanya pada QS. Al-Kâfirûn: 1-6: "Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak akan menyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu juga tidak akan pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku." [] Wallahu `alam bishawwab

Kenapa Allah Ciptakan Rindu???


Kenapa Allah ciptakan rasa rindu? Karena Allah ciptakan rasa cinta, ini bukan jawaban, ini hanya pengantar menuju jawaban. Jika kita tahu seperti apa dan bagaimana hubungan rasa rindu dan cinta, kita tahu kenapa rindu mesti ada.

Ciri-ciri orang yang jatuh cinta atau orang yang punya cinta atau apa lah namanya salah satunya adalah rindu, kerap kali merindukan pertemuan, menatap wajah dan lain sebagainya.
Rindu sendiri muncul ketika ada sebab yang membuatnya menampak. Sebab itu adalah kata "jarang". Dua jiwa yang jarang bertemu membuatnya saling merindu, rindu sebuah pertemuan. Bila sudah bertemu, maka seketika rindu pun terobati. Dari sini maka kita tahu bahwa obat rindu adalah pertemuan.

Cinta dan rindu ibarat Nasi goreng dan garam. Tanpa garam, nasi goreng akan terasa hambar. Artinya, Cinta lebih berasa jika dilengkapi rindu. Semua orang yang merindukan sesuatu hampir bisa dipastikan mencintai sesuatu, tapi tidak semua orang yang mencintai sesuatu merindukan sesuatu itu, hal ini logis jika sebab dari kemunculan rindu tidak ada, misalkan karena orang tersebut "sering" bertemu. Oleh karenanya saya katakan diawal bahwa rindu adalah satu tanda cinta dari beberapa tanda lainnya, jika tanda cinta itu tidak ada, bukan berarti cinta nya tidak ada, sama halnya seperti nasi goreng, jika garam tak ada, bukan berarti nasi goreng tak ada, boleh jadi nasi goreng tetap ada, tapi tentunya dengan rasa berbeda (hambar), pun begitu pula cinta, jika rindu tak ada, boleh jadi cinta tetap ada, namun tentunya dengan rasa berbeda.

Hal dahsyat lain sebagai contoh tentang rindu, apa kata Allah tentang kabar gembira bagi orang yang berpuasa? orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan yang salah satunya adalah "Berbuka Puasa". Bukan kah jika direnungi ada rindu disini? Hal yang manusiawi jika menahan diri dari sesuatu yang mubah/boleh (seperti makan, minum, dan hubungan bagi pasangan suami isteri) dari terbit matahari hingga tenggelamnya membuat saat buka menjadi saat-saat yang membahagiakan, kenapa? Karena saat itu lah memang yang dirindukan. Dengan demikian kita tahu bahwa puasa menjadi begitu berasa karena ada rasa rindu bertemu buka, lihat lah bagaimana jika puasa tanpa menahan diri dari yang mubah, atau tanpa buka puasa, atau dengan buka tapi setelah dua hari? Bagaimana rasanya kerinduan berbuka selama dua hari, tentunya sangat menyakitkan bukan?

Rindu pun terkadang menyiksa dan menyakitkan, terutama rindu yang muncul disebabkan karena bentangan jarak yang terlampau jauh sehingga "jarang" menjadi "semakin jarang". Apa yang salah dari nasi goreng keasinan? Apakah karena garamnya itu sendiri? bukan, tapi karena porsi atau takarannya yang berlebih, sama halnya dengan rindu, porsi atau takaran yang berlebihan hanya lah membuat rindu menjadi semakin menyakitkan, bahkan terkadang menyiksa. Allah telah menegaskan lewat Nabi-Nya bahwa jangan lah seseorang terlalu mencintai sesuatu secara berlebihan, karena boleh jadi dikemudian hari dia membencinya, begitu pula sebaliknya, jangan lah seseorang terlalu membenci sesuatu karena boleh jadi dikemudian hari dia mencintainya. Intisari dari ungkapan ini adalah tentang "Porsi" atau "Takaran", di semua hal ada takarannya, ada porsinya masing-masing. Lebih dan kurang ada konsekuensi atau akibatnya tersendiri. Disini lah rindu menguji sahabatnya, jika terlalu berlebihan ia akan menyiksanya, jika kurang ia akan membuatnya merasa hambar.

Rindu tidak dapat dikebiri, semakin ditahan ia semakin menyakiti, rindu hanya bisa diatur dengan skala prioritas, siapa atau apa yang mesti kita rindukan terlebih dahulu. Apa yang musti lebih banyak jika kita memasak nasi goreng? Garamnya lebih banyak dari nasinya atau sebaliknya? Jika ada dua orang dalam hidup kita, kekasih dan ibu kita, dan misalkan keduanya jauh dari kita. Apakah rindu kita layak melahap habis waktu kita karena memikirkan kekasih? Kekasih nomor satu atau kah ibu nomor satu? Ini hanya lah gambaran kecil dari sekian banyak gambaran.

Jika Cinta kepada dunia tidak ada, apakah rindu ada? Ini bisa dianalogikan dengan rumah, jika rumah tidak ada atau tidak dibuat, apakah batu-bata tidak ada? Jika nasi goreng tidak ada, apakah garam juga tidak ada? Keduanya tetap ada dan muncul dua kemungkinan, digunakan untuk yang lain, atau tidak digunakan sama sekali. Kemungkinan pertama, seseorang boleh saja tidak memiliki rasa cinta kepada dunia misalkan, dengan demikian ia tidak rindu mendapatkan harta melimpah, tidak rindu mendapatkan pasangan ideal, tidak rindu bersama kemewahan, dan lain-lain, ia hanya rindu kenikmatan surgawi. Bukan kah rindu tetap ada? Hanya orientasinya berubah menjadi rindu kepada kenikmatan surgawi, atau digunakan untuk meraih kenikmatan akhirat, bukan untuk menambah rasa pada cinta dunia, tapi menambah rasa kepada cinta akhirat.

Kemungkinan kedua, tidak digunakan sama sekali. Seperti apakah contoh rindu yang tidak digunakan? Ini menuntut untuk memercepat jawaban dari pertanyaan kenapa rindu diciptakan Allah? Jawabannya adalah "Agar membuat sesuatu menjadi lebih berasa (baik berasa lebih indah atau sebaliknya, menyenangkan atau menyakitkan". Jika rindu tidak digunakan maka sesuatu itu tidak berasa atau hambar (biasa-biasa saja), seperti dua pasang kekasih yang sering bertemu, puasa dengan makan dan minum seperti biasa, dua sahabat yang setiap saat bahkan detik bertemu, dan lain-lain. Rindu tetap ada, beradasarkan realitas, namun tidak difungsikan, tidak difungsikan untuk apa? Untuk menambah rasa! Jika garam tidak dipakai dalam pembuatan nasi goreng, maka garam tidak difungsikan, tidak difungsikan untuk menambah rasa asin, hasilnya bagaimana? nasi goreng tidak berasa.

Demikian lah mengapa Allah menciptakan rasa rindu; untuk menambah rasa, dan ini hanya salah satu hikmah dari hikmah-hikmah lainnya yang masih tersembunyi dan belum terungkap.Wallhohualam.

Apakah Orang Palestina Meninggalkan Tanah Mereka Karena Keinginan Sendiri?


Bocah Palestina
Propaganda Zionis dan para pendukungnya mengklaim bahwa orang-orang Palestina meninggalkan Palestina selama perang 1948 berlangsung karena keinginan mereka sendiri, juga karena adanya anjuran terhadap mereka dari para pemimpin Arab melalui siaran Radio Arab, sementara Zionis sendiri meminta mereka untuk tetap tinggal, namun orang-orang palestina memilih untuk pergi, oleh karenanya mereka kehilangan hak tanah mereka, dan mereka harus menanggung apa yang telah diperbuat tangan-tangan mereka sendiri.


Merupakan hal yang Ironi bahwa terkadang dialog seputar permasalahan aksiomatis dan perdebatan masalah yang nyata-nyata jelas menjadi begitu sulit jika dibandingkan dengan dialog seputar masalah sederhana yang diperdebatkan dari beberapa sisi yang melingkupinya. Jika anda mencoba berdialog dengan seorang yang keras kepala, meminta anda untuk membuktikan bahwa mataharilah yang setiap hari terbit dari belahan bumi bagian Timur, maka anda akan mengetahui bahwa kesulitan yang sama akan anda hadapi dalam masalah ini (masalah Apakah Orang Palestina Meninggalkan Tanah Mereka Karena Keinginan Sendiri?). hal yang menyakitkan juga adalah bahwa anda akan mendapati saudara anda sesama bangsa arab dan orang-orang islam bingung dengan masalah ini, sehingga mereka terprovokasi oleh propaganda yahudi kemudian datang mendebat anda atau minimal bertanya mencari tahu tentang hakekat yang sebenarnya.


Pertama, sebelum membahas lebih jauh, siapa yang memungkiri bahwa prilaku alami penduduk sipil selama peperangan terjadi – khususnya jika terjadi pembantaian dan pembersihan etnis – adalah berimigrasi atau hijrah ke tempat lain yang yang lebih aman, sembari menunggu berakhirnya peperangan hingga kemudian mereka dapat kembali ke rumah-rumahnya???? Bukankah orang-orang yahudi pun melakukan hal yang serupa (ketika terjadi pembantaian terhadap mereka)???? Bukankah hal seperti ini terjadi baru-baru ini di Timur Leste dan negeri-negeri lainnya???


Kedua, jika masyarakat Palestina meninggalkan tanah mereka selama peperangan karena mereka melihatnya sebagai kemaslahatan, terlepas dari siapa yang memotivasi mereka untuk melakukan hal demikian, maka.. apakah alasan para zionis ‘tuk mengharamkan mereka kembali ke tanahnya setelah peperangan usai? Kenapa orang-orang Bosnia, Afganistan, cechnya, Timur Leste, dan yang lainnya diperbolehkan kembali ke tanah mereka, sedangkan orang-orang palestina tidak diizinkan???


Kenapa masyarakat internasional komitmen dengan peraturan pemerintah yang ada di negaranya mengenai hak-hak kembalinya para pengungsi ke tanah mereka, namun tidak demikian dengan Zionisme???


Ketiga, jika Zionis benar-benar menyeru orang-orang palestina untuk tetap tinggal di tanah mereka, maka kenapa mencegah mereka untuk kembali ke tanahnya ketika perang telah selesai? Dan ketika bahaya yang berarti tak lagi kembali mengancam para penduduk sipil? Kenapa kemudian para zionis menyita tanah-tanah mereka, dan menempatkan yahudi dari 90 negara di dunia di tempat mereka (orang-orang palestina).


Secara singkat, kenapa niat baik mereka itu tidak sungguh-sungguh jika memang benar mereka punya niatan baik???


Keempat, Zionis yahudi mengklaim bahwa orang-orang Palestina meninggalkan tanah mereka karena keinginannya sendiri, namun apakah benar mereka memberikan apa yang diminta orang palestina berupa keinginan mereka yang sebenarnya? Kenapa para zionis berbicara atas nama mereka namun merampok apa yang mereka miliki? Apakah zionis punya persiapan tuk menyambut kedatangan orang-orang palestina ke tanah mereka jika memang benar orang palestina pergi dalam keadaan terpaksa dan bersiap untuk kembali ke tanahnya dengan sepenuh cinta dan keinginan menggebu? Tidak kah cukup puluhan keterangan, penjelasan dan survey? Lebih dari 50 tahun penduduk sipil palestina berada di tenda-tenda pengungsi, menolak untuk di tempatkan dimanapun selain di tanah Palestina, revolusi dan perlawanan terus terjadi, puluhan kebijakan PBB yang diminta mereka, tidakkah semua ini cukup??


Keelima, Jika Yahudi mengklaim bahwa mereka mempunyai hak untuk kembali ke tanah palestina setelah ribuan tahun meninggalkannya, maka mengapa orang Palestina yang baru meninggalkan tanah mereka beberapa bulan atau tahun saja dilarang untuk kembali???


Kenyataan diatas menunjukan bahwa sejak awal yahudi memang tidak menunjukan niatan yang baik, tidak mengadakan program pengembalian pengungsi palestina sejak 1800 tahun lamanya setelah berlalu puluhan generasi.


Terkait dengan klaim yahudi bahwa para pemuka arab menyarankan kepada penduduk palestina agar keluar dari tanah mereka, maka dalam hal ini seorang jurnalis Irlandia Eriskin Childers selama beberapa bulan melakukan sebuah penelusuran mencari sebab musabbab keluarnya orang-orang Palestina dari tanah mereka.


Childers kemudian mendatangi stasion pemancar inggris dan Amerika untuk mendengarkan seluruh siaran radio yang direkam sepanjang tahun 1948, hingga akhirnya sampailah kepada kesimpulan “Tidak ada satu pun Perintah, seruan, maupun saran yang berkaitan dengan dorongan pemuka arab kepada orang palestina untuk keluar dari tanahnya, yang terjadi malah sebaliknya, justeru yang ada adalah rekaman berulang-ulang yang menegaskan agar orang-orang Palestina tetap tinggal di tanah mereka. Childers mendapati bukti yang jelas bahwa ternyata stasion radio israel lah yang menyiarkan acara dengan berbahasa arab yang isinya adalah suruhan kepada orang-orang Palestina untuk keluar dari negerinya.


Begitulah Israel memang sudah sejak awal menyatakan permusuhannya kepada rakyat palestina, hanya saja langkah mereka begitu hati-hati dan terencana serta rahasia, sehingga mereka yang kurang objektif hampir kecil kemungkinan mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan cenderung termakan oleh propaganda zionis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan petinggi (baca: dedengkot) Zionis sendiri Theodore hertzel, katanya “Adalah sebuah keharusan bagi kita untuk mengusir orang-orang Palestina, dan membasmi mereka dengan hati-hati dan penuh kerahasiaan”. Adapun Yosef weitz, seorang koordinator penempatan para zionis tahun 1940, dia berkata “Harus jelas di benak kita bahwa tidak ada ruang untuk hidupnya dua masyarakat bersama-sama di negeri ini, oleh karena itu solusi satu-satunya adalah mengupayakan agar Palestina bersih sama sekali dari orang Arab, dan tak ada cara lain untuk mewujudkan hal ini kecuali dengan cara mendeportasi mereka semua ke negeri tetangga”.


Banyak cara yang dilakukan zionis Israel demi mewujudkan usahanya mendeportasi orang-orang palestina dari tanah mereka, salah satunya adalah cara penyembelihan. Cara ini dilakukan tentunya untuk menyebarkan teror dan membuat rasa takut di hati mereka, sehingga program pengimigrasian mereka bias berjalan mudah. Tercatat ada sekitar 43 jagal (tempat penyembelihan) sekitar tahun 1948 ditengah-tengah usaha mereka melakukan pemngimigrasian orang-orang Palestina. Salah satu tempat penyembeliha yang terkenal adalah Jagal Der Yasen, angkatan bersenjata zionis mengakui bahwa memang telah terbunuh sekitar 205 orang yang terdiri dari kaum pria, wanita dan anak-anak.


Kesimpulannya, tidak diragukan lagi, bahwa keluarnya orang-orang palestina dari tanah mereka merupakan upaya terencana yang telah terwujud langsung dibawah pengawasan para petinggi Zionis sendiri.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Free Samples